VIVAnews - Menikmati transportasi massal yang murah, cepat, nyaman, dan aman di Jakarta adalah hal langka. Angkutan umum yang ada jauh dari kelayakan.
Ini sangat mengkhawatirkan dan serius. Kenyataan Jakarta lumpuh total akibat ledakan kendaraan sudah di depan mata.
Data dari Polda Metro Jaya, tahun ini jumlah kendaraan yang ada di jalan Jakarta, mencapai 11.362.396 unit kendaraan. Terdiri dari 8.244.346 unit kendaraan roda dua dan 3.118.050 unit kendaraan roda empat.
Sementara pada 2011, tidak kurang dari 12.062.396 kendaraan akan memadati jalan di Jakarta. Sebab pada tahun depan akan masuk 700 ribu kendaraan baru di Jakarta.
Angka ini belum ditambah dengan jumlah angkutan yang melintas dalam satu trayek yang menurut data Direktorat Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya sebanyak 859.692 armada.
Data lainnya adalah jumlah kendaraan dengan pertumbuhan ruas jalan tidak sebanding. Panjang jalan di Jakarta hanya 7.650 km dan luas jalan 40,1 km atau 0,26 persen dari luas wilayah DKI. Sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 persen per tahun. Belum lagi tingginya angka perjalanan di Jakarta yang mencapai 20 juta perharinya.
Berbagai cara dan upaya serta skenario dilakukan pemerintah daerah bahkan pemerinta pusat untuk menanggulangi kemacetan di Jakarta yang kian kronis. Salah satunya pembangunan moda transportasi massal seperti mass rapid transit (MRT).
Pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta akan membangun MRT dengan dukungan dari pemerintah Jepang melalui Japan International Coorporation Agency (JICA).
Tapi pembangunan MRT bukannya tampa masalah. Proyek yang berlangsung selama 5 tahun mulai Januari 2012- Oktober 2016 akan memperparah kemacetan Jakarta. Terlebih lagi di jalur yang akan dilewati pembangunan MRT.
Presiden Direktur PT MRT Jakarta Tribudi Rahardjo kepada VIVAnews mengakui kawasan Lebakbulus hingga ke Dukuh Atas akan mengalami kemacetan parah saat proyek berjalan.
"Pasti ada gangguan dan kemacetan saat pembangunan. Selama 5 tahun pembangunan pasti masyarakat khususnya pengguna jalan akan terganggu," tuturnya.
Menurut dia, kemacetan di jalan-jalan yang akan dibangun jalur MRT hanya terjadi selama dua tahun, terutama pada pembangunan jalur layang MRT yang terletak mulai dari Lebak Bulus-Al Azhar. Sebab di kawasan ini akan ada pembangunan jalur atas yakni pembuatan rel MRT fly over,
Dia meminta masyarakat bisa memahami akan terjadi kemacetan yang lebih parah terutama dalam proses pembangunan konstruksi MRT. "Ya mungkin awalnya kita harus menderita akan kemacetan, namun setelah pembangunan MRT, kemacetan berangsur-angsur akan berkurang," tegasnya.
Tribudi mengaku telah bekerjasama dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk mengantisipasi kemacetan dalam pembangunan MRT.
"Nanti Dishub DKI yang akan melakukan traffic management saat pembangunan konstruksi MRT. Tentunya pembangunan akan dilakukan secara window time atau pada jam-jam tertentu, misalnya mulai jam 10 malam sampai 4 pagi," ungkap dia.
Namun untuk pengerjaan pengeboran konstruksi jalur MRT di bawah tanah atau subway tidak masalah. Sebab digunakan karena teknologi tunnel Boring Machine (TBM) sehingga tanah yang dibor tidak akan tercecer di jalan raya. "Pekerjaannya di dalam tanah, jadi tidak menggangu lalu lintas di atasnya," katanya.
Dia menambahkan, ke depan jika MRT sudah dapat dioperasikan tentunya kemacetan dapat dikurangin. Hal tersebut tentunya sangat beralasan, pasalnya perhari MRT bisa mengangkut 340 ribu penumpang.
Belum lagi, kereta MRT bisa sampai pada kecepatan maksimum mencapai 110 kilometer per jam. Namun untuk kecepatan normal (commercial speed) rata-rata mencapai 31-32 kilometer per jam.
"Jadi biasanya dari Lebak Bulus-Dukuh Atas bisa 1,5 jam menggunakan kendaraan pribadi, tapi dengan MRT menjadi 28 menit," katanya.
• VIVAnews
0 Response to "Pembangunan MRT, Jakarta Macet Parah 5 Tahun"
Posting Komentar